Rabu, 13 Juli 2016

BAB 2-4 SKRIPSI



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  Belajar
1.    Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari itnteraksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubah-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan, sebagai hasil pengalamnnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar (Slameto, 2010).
             Pengertian  belajar  secara  umum  dapat  diartikan  sebagai  proses
Muhamad Ali (1987), menyatakan bahwa pengertian belajar maupun yang dirumuskan para ahli antara satu yang lainnya terdapat perbedaan. Perbedaan ini disebabkan oleh latar belakang pandangan maupun teori yang dipegang. Witherington (1952), menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.
perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Jadi, perilaku adalah hasil belajar. Artinya, seseorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya. Manusia telah belajar begitu banyak sejak mereka lahir, bahwa belajar dan perkembangan adalah hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Belajar berjalan pada anak kecil adalah sebagian besar karena perkembangannya, tetapi juga tergantung pada pengalaman dan aktivitas lain. Anak kecil yang takut ketika melihat dokter membawa alat suntik adalah tingkah laku laku belajar.
Belajar di kelas bukanlah sekedar menerima suatu trasnfer nilai dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Isjoni (2006), belajar ialah sebuah proses penemuan dan penciptaan kembali serta penulisan ulang setiap teks yang merupakan tugas murid atau guru, sebagai subyek yang bukan sekedar obyek dan apa yang disebut sekolah atau pendidikan.
Bedasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru untuk mencapai suatu hasil atau tujuan yang maksimal dalam suatu proses kegiatan pembelajaran.
2.    Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, psikomotor, sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran (Dimyati dan Mudjiono,1999).
Sukmadinata (2003), menyatakan bahwa penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, naik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berfikir maupun keterampilan motorik. Di sekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata-mata pelajaran yang ditempuhnya. Dimana untuk mengukur atau menilai hasil belajar digunakan tes hasil belajar. Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut di sekolah dilambangkan dengan angka-angka atau huruf.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat dicapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi (Sudjana, 2005).
3.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu (Slameto, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar banyak jenisnya, tetapi dapat dibagi menjadi 2 golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor  intern  adalah   faktor   yang   ada   dalam  diri

a.    Faktor Internal
1)   Faktor Jasmaniah
Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indera dan anggota tubuh. Kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur, olahraga serat cukup tidur.
2)   Faktor Psikologis
Faktor Psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Faktor psikologis ini meliputi hal-hal berikut. Pertama, intelegensi. Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Kedua, kemauan. Kemauan dapat dikatan faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Ketiga, bakat. Bakat ini bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang.
3)   Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetai dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan tinbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagia-bagian tertentu. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa paada bagian kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja.
b.   Faktor Eksternal
1)   Faktor Keluarga
Sisa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.faktor rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dana utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian orang tua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya.
2)   Faktor Sekolah
Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhu keberhasilan  belajar para siswa disekolah mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, metode belajar, tugas rumah, tata tertib atau disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten.
3)   Faktor Masyarakat
Seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan belajar. Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga mempengaruhi beljar siswa karena keberadaannya dalam masyarakat. Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah lembaga-lembaga pendidikan nonformal, seperti kursus bahasa asing, bimbingan tes, pengajian remaja dan lain-lain.
Sebagai bahan perbandingan dapat kita simak menurut Cronbach (Hanafiah dan Suhana, 2009) bahwa unsur-unsur belajar terdiri atas:
1.    Tujuan.
2.    Kesiapan.
3.    Situasi.
4.    Interpretasi, yaiut melihat hubungan antara komponen situasi belajar, melihat makna dalam mencapai tujuan.
5.    Respons dengan berpegang dari hasil interpretasi, respons ini mungkin
trial atau usaha penuh perhitungan.
6.    Konsekuensi, yaitu setiap usaha akan membawa hasil, akibat baik keberhasilan maupun kegagalan.
7.    Reaksi terhadap kegagalan, bisa menumbuhkan perasaan sedih, menurunkan semangat, atau sebaliknya, yaitu membangkitkan semangat dalam rangka menutupi kegagalan tersebut.

B.  Model Pembelajaran Mandiri
1.    Pengertian Pembelajaran Mandiri
Dalam pembelajaran Mandiri menurut Wedemeyer (1983), peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pembelajaran yang diberikan guru/pendidik di kelas. Peserta didik dapat mempelajari pokok materi tertentu dengan membaca modul atau melihat dan mengakses program e-learning tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Disamping itu, peserta didik mempunyai otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut terwujud dalam beberapa kebebasan sebagai berikut:
                       a.     Peserta didik mempunyai kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya.
                       b.     Peserta didik boleh ikut menentukan bahan yang ingin dipelajarainya dan cara mempelajarinya.
                       c.     Peserta didik mempunyai kebebasan untuk belajar sesuai dengan kecepatan sendiri.
                      d.     Peserta didik dapat ikut menentukan cara evaluasi yang akan digunakan menilai kemajuan belajarnya.
Kemandirian dalam belajar menurut Wedemeyer (1983), perlu di berikan kepada peserta didik supaya mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan medisiplinkan dirinya dan dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemampuan sendiri. Sikap-sikap tersebut perlu dimiliki peserta didik karena hal tersebut merupakan ciri kedewasaan orang terpelajar. Moore, juga berpendapat sejalan dengan Weedemeyer yaitu ciri utama suatu proses pembelajaran mandiri adalah adanya kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan tujuan, sumber dan evaluasi belajarnya. Karena itu, program pembelajaran mandiri dapat diklasifikasikan berdasarkan besar kecilnya kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan program pembelajarannya (Melisa Maya, 2013).
memahami  isi  pelajaran  yang  dibaca  atau  dilihatnya    melalui    media
Belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri (Panen, 1997). Belajar mandiri bukan merupakan usaha untuk mengasingkan peserta didik dari teman belajarnya dan dari guru. Hal yang terpenting dalam proses belajar mandiri ialah peningkatan kemampuan dan keterampilan peserta didik dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya peserta didik tidak tergantung pada guru, atau teman dalam belajar. Dalam belajar mandiri peserta didik akan berusaha sendiri dahulu untuk pandang dengar, kalau mendapat kesulitan, barulah peserta didik akan bertanya atau mendikusikannya dengan teman, guru, atau orang lain. Peserta didik yang mandiri akan mampu mencari sumber belajar yang dibutuhkannya (Melisa Maya, 2013).
Tugas seorang guru dalam pembelajaran mandiri adalah menjadi fasilitator, yaitu menjadi orang yang siap memberikan bantuan kepada peserta didik bila diperlukan. Bentuknya terutama bantuan dalam menentukan tujuan belajar, memilih bahan dan media belajar, serta dalam memecahkan masalah kesulitan yang tidak dapat dipecahkan oleh peserta didik sendiri (Melisa Maya, 2013).
asa. Tetapi,  kalau  mengetahui  bahwa  teman-temannya  juga  mengalami
Teman dalam proses belajar mandiri itu sangat penting, jika mengahadapi kesulitan, peserta didik lebih mudah atau lebih berani bertanya kepada teman dari pada bertanya kepada guru. Teman sangat penting karena dapat menjadi mitra dalam belajar bersama dan berdiskusi. Disamping itu, teman dapat dijadikan alat untuk mengukur kemampuannya. Dengan berdiskusi bersama teman, peserta didik akan mengetahui tingkat kemampuannya dibandingkan dengan kemampuan temannya. Bila peserta didik merasa kemampuannya masih kurang dibandingkan dengan temannya, ia akan terdorong untuk belajar lebih giat. Jika kemampuannya dirasakan melebihi kemampuan temannya, ia akan terdorong untuk mempelajari topik atau bahasan lain dengan lebih bersemangat. Bila menghadapi kesulitan dalam memahami isi pelajaran tertentu, peserta didik seringkali merasa dirinya bodoh dan merasa putus kesulitan yang sama, perasaan diatas dapat dihilangkan dan karenanya tidak menjadi putus asa (Trianto, 2009).
Belajar mandiri merupakan kemampuan yang tidak berkaitan dengan pembelajaran apa, tetapi lebih berkaitan dengan bagaimana proses belajar tersebut dilaksanakan. Kegiatan belajar mandiri merupakan suatu bentuk kegiatan belajar yang memberikan keleluasan kepada siswa  untuk dapat memilih atau menetapkan sendiri waktu dan cara belajarnya. Kegiatan belajar sebagai suatu aktivitas fisik dan mental dalam diri individu berkaitan erat dengan strategi belajar yang diterapkan individu tersebut. Setiap individu yang belajar akan memiliki strategi atau cara tertentu untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkannya, karena strategi atau cara belajar ini bersifat individual. Artinya, strategi belajar yang efektif bagi seseorang belum tentu efektif bagi orang lain. Untuk memperoleh strategi yang efektif seseorang perlu mengetahui serangkaian konsep yang akan membawanya menemukan strategi yang efektif bagi dirinya. Salah satu konsep belajar yang dapat diterapkan adalah konsep belajar mandiri (Trianto, 2009).
2.    Model-model pembelajaran Mandiri
                       a.     Model SAVI
Beberapa model pembelajaran mandiri yaitu:
Meier Dave (2002), menyajikan suatu sistem lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses belajar yang dikenal dengan model SAVI, yaitu:
1)   Somatic  berarti belajar dengan bergerak dan berbuat.
2)   Auditori berarti belajar berbicara dan mendengarkan.
3)   Visual berarti belajar dengan mengamati dan menggambarkan.
4)   Intelektual berarti belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkan.
                       b.     Model MASTER
Rose dan Nicholl memperkenalkan satu model belajar yang dikenalkan dengan Model M-A-S-T-E-R (Mind, Acquire, Search Out, Trigger, Exhibit, Reflect), yaitu:
1)   Mind berarti mendapatkan pikiran yang benar.
2)   Acquire berarti memperoleh informasi yang terdiri dari gagasan inti.
3)   Search Out berarti mencari makna melalui pembimbing mereka.
4)   Trigger berarti memicu memori.
5)   Exhibiting berarti memamerkan apa yang anda ketahui.
6)   Reflect berarti merefleksikan cara belajar.
(Arfi satria, 2012)

C.  Model Pembelajaran MASTER
1.    Pengertian Model Pembelajaran MASTER
Salah  satu  pembelajaran  mandiri  adalah  model  pembelajaran MASTER. Model MASTER (Mind, Acquire, Search Out, Trigger, Exhibit, Reflect) ini diperkenalkan oleh Rose dan Nicholl. Pada model MASTER ini para pembelajar mulai manyadari bahwa belajar bukan sesuatu yang dilakukakan untuk pembelajar, hanya pembelajar yang dapat melakukannya. Dalam hal ini pembelajaran MASTER ini ada keterkaitan antara model kontruktivisme.
Kontruktivisme (construkctivism) merupakan pengetahuan dibangun oleh manusia itu sendiri, dimana pengetahuan itu bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Belajar lebih diarahkan pada experiental learning, yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan konkrit di laboratorium diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide serta pengembangan konsep baru.
Siswa harus memiliki pengalaman dengan membuat hipotesis, meramalkan, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, menungkapkan pertanyaan cara belajar cepat yang diterapkan untuk membuat suasana pembelajaran terasa menyenangkan dan jauh dari kesan kaku, mengekspresikan jawaban dan lain-lain untuk membangun kontruksi pengetahuan baru. Sejalan dengan hal itu, pembelajaran MASTER merupakan proses pembelajaran (Putri dkk, 2013).
Berdasarkan uraian di atas mengenai kontruktivisme dengan pembelajaran MASTER maka keterkaitan diantara keduanya sangatlah erat
keduanya menekankan pada proses pembelajaran mandiri dimana siswa membangun pengetahuannya sendiri sesuai dengan pengalaman misalnya dari mereka melakukan eksperimen (percobaan) yang dimiliki siswa sehingga proses pembelajaran terasa sangat menyenangkan (Putri dkk, 2013).
Model MASTER ini juga merupakan salah satu langkah dalam Cara belajar cepat (CBC) yang diterapkan untuk membuat suasana pembelajaran terasa menyenangkan dan jauh dari kesan kaku. Cara Belajar cepat merupakan usaha yang dilakukan sehingga suatu konsep dapat dipahami dengan cepat dan baik. Model MASTER ini meliputi :
1.    M = Motivating your mind (memotivasi pikiran)
Artinya adalah mendapatkan keadaan pikiran yang benar dengan menjelaskan kepada pembelajar tentang kerja otak dan gaya belajar dengan cara melihat relevansi, memvisualisasikan hasil yang bermutu, memberi siswa kontrol diri, menciptakan moto kelas, dan melibatkan orang tua.
Rose  (dalam Accelerated Learning) menyatakan bahwa untuk belajar, seseorang membutuhkan keasaan pikiran yang “kaya akal” yaitu harus rileks, percaya diri,  dan termotivasi. Jika dalam kondisi stress dan kurang percaya diri atau tidak melihat manfaat dari yang dipelajari, pelajaran itu tidak dapat berlangsung dengan baik. Meier (dalam Accelerated Learning) menuliskan pembelajar dapat  mendekati
situasi belajar dengan segala macam rintangan yang disadari atau tidak dapat  mengganggu  belajar. Semua  rintangan  ini  dapat stress dan kemerosotan tajam dalam kemampuan belajar. Untuk itu, guru perlu memotivasi siswa agar memperoleh keadaan pikiran yang benar dalam belajar. Salah satu cara untuk memberikan motivasi adalah dengan menanamkan pada diri siswa apa manfaatnya bagi mereka dalam mempelajari suatu konsep. Sugesti-sugesti positif  akan membuat siswa menjadi semangat dalam belajar dan proses pembelajaran akan terasa menyenangkan. Setiap interaksi dengan siswa, setiap rancangan kurikulum, dan setiap metode intruksional atas dasar prinsip “Bawalah dunia mereka kedunia kita dan antarkan dunia kita kedunia mereka”, dalam artian guru memanfaatkan membangun hubungan baik dengan siswa  sehingga siswa memperoleh keadaan yang terbuka dan tidak merasa tertekan.
2.    A = Acquiring the information (memperoleh informasi)
Artinya memperoleh informasi dari gagasan inti. Rose menyatakan bahwa guru harus memberikan perhatian secara khusus kepada siswa. Ketika guru menyampaikan sejumlah cukup besar informasi baru kepada siswa maka siswa secara alamiah akan memulai memproses informasi itu dalam dirinya. Dalam tahap memperoleh informasi ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan seperti yang ditulis Rose (dalam Accelerated Learning) yaitu:
                                 a.     Gagasan inti, tahapan memperoleh informasi memberikan tekanan pada pemahaman gagasan inti dari setiap subjek.
                                b.     Bekerja sama, salah  satu  keterampilan  yang  bernilai  dalam  hidup adalah kemampuan bekerja sama secara efektif dalam suatu tim atau
kelompok.
3.    S = Searching out the meaning ( Menyelidiki makna)
Artinya mencari makna melalui pembimbing mereka, membantu membuat kerangka visual pemikiran mereka, berpikir mendalam dan melibatkan kecerdasan kinestetik dengan cara imajinasi terbimbing, pertanyaan menantang, dan belajar interpersonal. Dalam bagian searching out ini siswa dibimbing agar dapat menyelidiki makna untuk pemahaman yang lebih mendalam, tujuannya bukan hanya mengalihkan pengetahuan kepada para siswa tersebut tetapi agar mereka bisa membuat makna bagi diri mereka sendiri untuk benar-benar memahami konsep yang disampaikan. Rose (dalam Accelerated Learning) mengatakan cara efektif dalam belajar yaitu menggunakan sebanyak mungkin kecerdasan secara praktis, dengan cara mengalami dan menghayati apa yang telah dipelajari secara utuh.
4.    T = Triggering the memory (memicu memori)
Siklus pengulangan materi yang sangat penting, karena dengan pengulangan materi informasi yang didapatkan dapat disimpan dalam memori dengan jangka panjang. Tahapan yang dilakukan yaitu dengan menyimpulkan materi bersama siswa di akhir pembelajaran. Dalam hal ini guru dan siswa dapat mengulang butir-butir materi utama yang dipelajari,  baik  dalam  bentuk  pertanyaan  dari  guru  maupun  dalam bentuk tes. Deporter (dalam Accelerated Learning) menyatakan menuliskan, pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku tahu ini”.
5.    Exhibiting what you know (Memamerkan apa yang anda ketahui)
Artinya memamerkan apa yang anda ketahui melalui teknik tantanglah persaingan, penilaian personal, catatan prestasi, dan nilai. Dalam Exhibiting what you know, guru akan mengetahui apakah siswa benar-benar paham dengan apa yang telah mereka pelajari. Siswa diberikan kesempatan menjelaskan kembali materi yang telah dipelajari agar mereka dapat membuktikan bahwa mereka betul-betul paham dengan konsep yang mereka pelajari.
Rose (dalam Accelerated Learning) menyatakan jika anda mengajarkan kepada orang lain, berarti anda betul-betul menunjukkan bahwa anda telah paham. Selanjutnya pada tahap ini siswa diberi kertas selembar dan diminta untuk membuat soal sendiri, kemudian kertas berisi soal tadi ditukar kepada teman sebelah dalam satu kelompok untuk dijawab. Dalam selang waktu yang diberikan, kertas digilir kembali ke teman yang lain untuk diperiksa. Setelah selesai guru mengumpulkan dan memberi penilaian.
6.    Reflecting how you’ve learning (Merefleksikan bagaimana anda belajar)
berpikir apa usaha yang terbaik untuk memperoleh hasil yang terbaik pula.  Hal ini dapat dilakukan dengan selalu mengevaluasi  cara  belajar
Artinya merefleksikan cara belajar. Rose (dalam Accelerated Learning) mengatakan bahwa “hakikat seorang pembelajar yang betul-betul independent adalah senantiasa peduli pada upaya untuk terus-menerus meningkatkan kualitas belajarnya sendiri dan tidak dapat melakukannya tanpa berpikir tentangnya”. Seorang   pembelajar   selalu

setiap hari.
Dengan menggunakan model MASTER, siswa tidak hanya dapat menguasi konsep yang diajarkan, tetapi juga menjadi kreatif, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi karena motivasi yang diberikan. Suasana belajar menjadi menyenangkan dan jauh dari kesan membosankan. Selain itu siswa juga dibimbing untuk lebih berani dalam membuktikan bahwa mereka telah menguasai konsep yang didapat.
Langkah-langkah model pembelajaran MASTER :
1.    Guru memberikan informasi dan memotivasi tentang pembelajaran dan kegiatan pada pertemuan hari ini.
2.    Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang masing-masing terdiri dari 5-6 orang perkelompok.
3.    Setelah siswa duduk perkelompok, guru membagikan lembar kerja kelompok untuk melakukan suatu percobaan (praktikum). Siswa bekerja sama selama lebih kurang 30 menit untuk membahas LKS.
4.    Guru membimbing siswa untuk memahami lembar kerja tersebut. Dari LKS diminta memberikan opininya terhadap permasalahan tersebut, bagaimana cara membuktikannya, seperti apa contohnya, apa kesimpulan yang dapat ditarik, hal-hal apa yang menarik dari konsep tersebut.
5.   
mempresentasikan hasil diskusinya. Dalam kegiatan ini juga diadakan
Setelah siswa selesai mendiskusikan lembar kerja kerja kelompok, guru    mempersilahkan     perwakilan     setiap     kelompok  untuk
diadakan diskusi kelas.
6.    Guru melakukan penilaian dengan memberikan penilaian pertanyaan-pertanyaan singkat ataupun dengan tes evaluasi, siswa yang mengetahui jawabannya dipersilahkan untuk menjawab. Selain itu penilaian juga bisa dilakukan dengan menugaskan siswa membuat satu buah soal, kemudian kertas berisi soal tadi ditukar kepada teman sebelah dalam satu kelompok untuk dijawab. Dalam selang waktu yang diberikan, kertas yang telah berisi soal dan jawaban digilir kembali kepada teman  yang lain untuk diperiksa. Setelah selesai, guru mengumpulkan lembar kerja tersebut dan memberikan penilaian.
7.    Setelah semua topik diskusi dibahas, guru menanyankan apakah ada  konsep yang meragukan atau belum dipahami.
8.    Guru dan siswa menyimpulkan pelajaran hari ini.
9.    Guru melakukan evaluasi.
10.    Guru menutup pelajaran dan kembali memotivasi siswa untuk belajar.
(Johan Herianto, 2013)

2.    Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran MASTER
                       a.     Kelebihan dari model pembelajaran MASTER adalah sebagai berikut:
1)   Membantu siswa dalam memahami materi.
2)   Membiasakan siswa menganalisa permasalahan.
3)   Mengembangkan berpikir kritis siswa.
4)   Siswa menjadi kreatif.
5)   Membentuk siswa yang mandiri dan bertanggung jawab.
6)   Siswa/i mendapatkan kepuasan belajar melalui tugas-tugas yang terselesaikan.
                       b.     Kekurangan model MASTER adalah sebagai berikut:
1)   Tidak semua materi dapat menggunakan model pembelajaran ini.
2)   Diperlukan guru yang kreatif sehingga didapat hasil yang optimal.
3)   Bila diterapkan kepada siswa yang belum dewasa, ia belum bisa.
4)   Belajar secara mandiri (masih memerlukan bimbingan).
     (Listyawan, 2012)

D.  Kemampuan Berpikir Kritis
1.    Pengertian Berpikir Kritis
konvergen.  Berpikir   kritis  menggunakan  dasar  proses  berpikir  untuk
Berpikir kritis sangat diperlukan oleh setiap individu untuk menyikapi permasalahan kehidupan yang dihadapi. Berpikir kritis membuat seseorang dapat mengatur, menyesuaikan, mengubah atau memperbaiki pikirannya sehingga dia dapat bertindak lebih cepat. Berpikir kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir kritis akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan ’’bagaimana’’ (how) dan ’’mengapa’’ (why). Berpikir kritis merupakan bagian dari pola berpikir kompleks/tingkat tinggi yang bersifat menganalisis argumen dan memunculkan gagasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi, untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi dan bias yang mendasari tiap-tiap posisi, serta memberikan metode presentasi yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan ( Ennis dalam Liliasari, 2009).
Berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan (Ennis dalam Fisher, 2008). Menurut Nurhadi, dkk (2004), berpikir kritis merupakan kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan pada inferensi atau pertimbangan yang sama. Menurut Edward Glaser mendefinisikan berpikir kritis sebagai berikut:
1)   Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang.
2)   Pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis,
3)   Semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Kemampuan berpikir kritis antar siswa berbeda, karena berpikir kritis merupakan proses mental yang dapat tumbuh pada setiap individu secara berbeda sehingga diperlukan suatu iklim atau aktivitas untuk menunjangnya melalui kegiatan observasi siswa akan dilatih untuk berpikir kritis karena mereka harus meneliti, menganalisis sampai membuat suatu kesimpulan akhir, bahkan mengkomunikasikan dengan siswa lain.
Menurut Ennis (dalam Filsaime, 2008) berpikir kritis merupakan hasil dari interaksi serangkaian dugaan terhadap berpikir kritis, dengan serangkaian kecakapan untuk berpikir kritis. Dugaan-dugaan berpikir kritis yang dinyatakan Ennis meliputi:
1)   Mencari sebuah pernyataan yang jelas dari pertanyaan; 2) mencari alasan-alasan.
2)   Mencoba untuk berpengetahuan luas.
3)   Mencoba untuk tetap relevan pada poin utama.
Berikut, delapan panduan dalam berpikir kritis:
1)   Mengajukan pertanyaan.
2)   Mendefinisikan istilah.
3)   Menilai fakta.
4)   Menganalisisi berbagai asumsi dan bias.
5)   Menghindari penalaran yang emosional.
6)   Jangan terlalu menyederhanakan masalah.
7)   Mempertimbangkan suatu berbagai interpretasi lain.
8)   Mentolerir ketidakpastian.

2.    Karakteristik Berpikir Kritis
Seorang yang berpikir kritis akan mengkaji ulang apakah keyakinan dan pengetahuan yang dimiliki atau dikemukakan orang lain logis atau tidak. Demikian juga seorang yang berpikir kritis tidak akan menelan begitu saja kesimpulan-kesimpulan atau hipotesis yang dikemukakan dirinya sendiri atau orang lain. Seorang  pemikir  memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut:
a.    Mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan masalah penting, merumuskannya dengan jelas dan teliti.
b.    Memunculkan ide-ide baru yang berguna dan relevan untuk melakukan tugas.
c.    Pemikiran kritis memiliki peran penting untuk menilai manfaat ide-ide baru, memilih ide-ide yang terbaik, atau memodifikasi ide-ide jika perlu.
d.   Mengumpulkan dan menilai informasi-informasi yang relevan, dengan menggunakan gagasan abstrak untuk menafsirkannya dengan efektif.
e.    Menarik kesimpulan dan solusi dengan alasan yang kuat, bukti yang kuat, dan mengujinya dengan menggunakan kriteria dan standar yang relevan.
f.     Berpikir terbuka dengan menggunakan berbagai alternatif sistem pemikiran, sembari mengenali, menilai, dan mencari hubungan- hubungan antara semua asumsi, implikasi, akibat-akibat praktis.
g.    Mampu mengatasi kebingungan, mampu membedakan antara fakta, teori, opini, dan keyakinan.
h.    Mengkomunikasikan dengan efektif kepada orang lain dalam upaya menemukan solusi atas masalah-masalah kompleks, tanpa terpengaruh oleh pemikiran orang lain tentang topik yang bersangkutan.
i.      Jujur terhadap diri sendiri, menolak manipulasi, memegang kredibilitas dan integritas ilmiah, dan  secara  intelektual  independen,  imparsial,
netral.
(Murti Bhisma, 2012)
3.    Indikator-Indikator Berpikir Kritis
Berdasarkan kurikulum berpikir kritis yang dikembangkan oleh Ennis (dalam Liliasari, 2007). Ada 2 kelompok berpikir kritis, yaitu disposisi berpikir kritis dan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis dapat dijabarkan berdasarkan tingkat kesulitannya menjadi 5 indikator berpikir, yaitu: (1) penjelasan sederhana; (2) keterampilan dasar; (3) inferensi; (4) penjelasan lanjut; dan (5) strategi dan taktik. Setiap tahap berpikir tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam indikator-indikator berpikir yang lebih spesifik seperti yang terlihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
No
Kemampuan
Berpikir Kritis
Sub Kemampuan
Berpikir Kritis
Penjelasan
1.
Elementary Clarification (Memberikan penjelasan sederhana)
1.  Memfokuskan pertanyaan.
 a.     Mengidentifikasi dan merumuskan pertanyaan
b.     Mengidentifikasi dan merumuskan kriteria-kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin.
 c.     Memelihara kondisi dalam keadaan berpikir.


2.    Menganalisis Argument.
 a.     Mengidentifikasi kesimpulan.
b.     Mengidentifikasi alasan (sebab) yang tidak dinyatakan (implisit).
 c.     Mengidentifikasi alasan (sebab) yang dinyatakan (eksplisit).
d.     Mengidentifikasi ketidak-relevanan dan kerelevanan.
 e.     Mencari persamaan dan perbedaan.
 f.     Mencari struktur dari suatu argument.
g.     Membuat ringkasan.


3.    Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan.
 a.     Mengapa demikian ?
b.     Apa intinya dan apa artinya?
 c.     Yang mana contoh dan yang mana bukan contoh ?
d.     Bagaimana menerapkan dalam kasus tersebut?

2.
Basic Support (Membangun keterampilan dasar)
1.    Mempertimbangkan kredibilitas sumber.
  a.   Keahlian
  b.   Kelemahan dari permasalahan yang bersangkutan.
  c.   Kesepakatan antar sumber.
 d.   Reputasi.
  e.   Menggunakan prosedur yang telah diakui.
   f.   Mengetahui berdasarkan reputasi.
  g.   Kemampuan memberikan alasan.
  h.   Kebiasaan sehari-hari.


2.     Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.
 a.     Sedikit mengambil kesimpulan yang berbelit-belit.
b.     Interval waktu singkat antara observasi dan pembuatan laporan.
 c.     Laporan dibuat oleh observer, lebih baik dari yang dibuat orang lain (laporan bukan sekedar kabar angin).
d.     Merekam gambaran secara umum, jika laporan disertai rekamana, umumnya lebih baik.
 e.     Kondisis akses yang baik.
 f.     Penggunaan teknologi yang kompeten.
g.     Kepuasaan observer atas kredibilitas kriteria.
3
Inference (Membuat Inferensi)
1.    Membuat dedukasi dan mempertimbangkan hasil deduksi.
 a.     Kelompok yang logis.
b.     Kondisi yang logis
 c.     Interpretasi pertanyaan.


2.      Membuat dedukasi dan mempertimbangkan hasil dedukasi.
 a.     Membuat generalisasi, kekhususan data pembatasan terhadap alasan, pengambilan contoh, tabel dan grafik.
b.     Membuat penjelasan dari suatu kesimpulan dan hipotesis.
 c.     Menyelidiki yaitu merancang eksperimen termasuk merencanakan dalam mengendalikan variabel, mencari bukti di luar bukti yang telah ada, mencari penjelasan lain yang memungkinkan.
d.     Memberikan kriteria alasan dalam membuat asumsi.


3.      Membuat keputusan dan mempertimbangkan hasilnya.
 a.     Latar belakang fakta.
b.     Konsekuensi.
 c.     Penerapan utama terhadap prinsip-prinsip yang telah diterima.
d.     Mempertimbangkan banyak alternatif.
 e.     Menyesuaikan, menimbang, dan memutuskan.
4.
Advance Clarification (Memberikan penjelasan lebih lanjut)
1.    Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan definisi.
a.     Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang ekspresi yang sama.
b.     Strategi definisi (tindakan mengidentifikasi persamaan).
c.     Isi (content)


2.    Mengidentifikasi asumsi.
a.       Penalaran secara implisit.
b.       Diperlukan asumsi seperti membangun kembali argument.
5.
Strategy and Tactcs (Mengatur strategi dan taktik)
1.     Memutuskan suatu tindakan.
a.     Mendefinisikan masalah.
b.     Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi.
c.     Merumuskan  alternatif yang memungkinkan.
d.     Memutuskan hal-hal yang dilakukan secara tentatif.
e.     Melakukan review.
f.     Memonitor implementasi.


2.  Berinteraksi dengan orang lain.
a.     Strategi logis.
b.     Memberi label.
c.     Mempresentasikan secara lisan atau tertulis.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk mengintereprestasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau keputusan berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.

E.  Materi Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit
Larutan adalah campuran yang homogen dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit disebut zat terlarut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak disebut pelarut. Suatu zat dikatakan larutan jika campuran antara zat terlarut dan pelarutnya bersifat homogen. Larutan bisa berwujud gas (seperti udara) padat (paduan logam) atau cair (misalnya air laut)  Artinya tidak terdapat batas antar komponennya, sehingga tidak dapat dibedakan lagi antara zat pelarut (air) dan terlarutnya. Hal ini juga berlaku untuk campuran antara pasir dan air, untuk itu air kopi kita menyebutnya sebagai larutan heterogen/campuran. Suatu larutan pada umumnya didefinisikan sebagai suatu campuran homogen dua macam komponen atau lebih dengan bermacam-macam konsentrasi.
Berdasarkan sifat daya hantar listriknya larutan dapat dibedakan menjadi larutan yang dapat menghantarkan listrik (elektrolit) dan larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik (non elektrolit). Semua zat yang larut dalam air termasuk kedalam salah satu dari dua golongan berikut elektrolit dan nonelektrolit.
1.    Larutan Elektrolit
Elektrolit merupakan suatu zat yang ketika dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Suatu larutan dapat dikatakan sebagai larutan elektrolit jika zat tersebut mampu menghantarkan listrik. Mengapa zat elektrolit dapat menghantarkan listrik? Ini erat kaitannya dengan ion-ion yang dihasilkan oleh larutan elektrolit (baik positif maupun negatif). Suatu zat dapat menghantarkan listrik karena zat tersebut memiliki ion-ion yang bergerak bebas di dalam larutan tersebut. ion-ion inilah yang nantinya akan menjadi penghantar. Semakin banyak ion yang  dihasilkan semakin baik pula larutan tersebut menghantarkan listrik. Elektrolit umumnya ada sebagai solusi dari asam, basa atau garam.
2. Teori Ion Svante Arrhenius
Mengapa larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik, sedangkan   
larutan nonelektrolit tidak? dan ternyata, pertanyaan tersebut merupakan “pekerjaan rumah” bagi para ahli sekitar abad 19. “Larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik karena mengandung ion-ion yang dapat bergerak bebas”. Arrhenius menjelaskan bahwa  larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik karena mengandung  ion-ion yang dapat bergerak bebas. Ion-ion itulah yang dapat menghantarkan arus listrik melalui larutan tersebut.
Misal pada larutan HCl (asam klorida) ; dalam larutan, HCl terurai menjadi ion H+ dan ion Cl-. Reaksi ionisasi yang terjadi sebagai berikut:
HCl (aq) → H + (aq) + Cl - (aq).
Ion-ion H+ akan bergerak menuju katode, mengambil elektron dan berubah menjadi gas hidrogen:
H+ (aq) + 2e- → H2 (g)
Sementara itu, ion ion Cl- akan bergerak menuju anode, melepas electron, dan berubah menjadi gas klorin:
Cl (aq) →    Cl - (g) + 2e-
Jadi hantaran listrik melalui larutan HCl terjadi karena ion-ion H- mengambil elektron dari katode, sedangka ion-ion Cl-  melepas elektron di anode. Dengan demikian, dapat di jelaskan bahwa arus listrik dalam larutan merupakan aliran muatan (aliran ion – ion).
3. Berbagai Jenis Larutan Elektrolit
Larutan apa saja yang dapat menghantarkan listrik? Terdapat berbagai
jenis larutan yang bisa menghantarkan listrik. Pembagian zat tersebut
adalah sebagai berikut.
                       a.     Berdasarkan jenis larutan
1)   Larutan asam (zat yang melepas ion H+ jika dilarutkan dalam air), contohnya adalah:
a)      Asam klorida/asam lambung : HCl
b)      Asam florida : HF
c)      Asam sulfat/air aki : H2SO4
d)     Asam asetat/cuka : CH3COOH
e)      Asam sianida : HCN
f)       Asam nitrat : HNO3
g)      Asam posfat : H3PO4
h)      Asam askorbat/Vit C
2)   Larutan basa (zat yang melepas ion OH- jika dilarutkan dalam air), contohnya adalah:
a)    Natrium hidroksida/soda kaustik : NaOH
b)   Kalcium hidroksida : Ca(OH)2
c)    Litium hidroksida : LiOH
d)   Kalium hidroksida : KOH
3)   Larutan garam (zat yang terbentuk dari reaksi antara asam dan basa), contohnya adalah:
a)    Natrium klorida/garam dapur : NaCl
b)   Ammonium clorida : NH4Cl
c)    Ammonium sulfat : (NH4)2SO4
d)   Calcium diklorida : CaCl2
                      b.     Berdasarkan jenis ikatan:
1)   Senyawa ion (senyawa yang terbentuk melalui ikatan ion), contohnya adalah: NaCl, CaCl2, AlCl3, MgF2, LiF (sebagian besar berasal dari garam).
2)   Senyawa kovalen polar (senyawa melalui ikatan kovalen yang bersifat polar/memiliki perbedaan keelektronegatifan yang besar antar atom), contohnya adalah: HCl, NaOH, H2SO4, H3PO4, HNO3, Ba(OH)2 (berasal dari asam dan basa).
4. Pembagaian Larutan Elektrolit
Terdapat dua jenis larutan elektrolit, yaitu sebagai berikut:
                       a.     Elektrolit kuat memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)   Menghasilkan banyak ion.
2)   Molekul netral dalam larutan hanya sedikit/tidak ada sama sekali.
3)   Terionisasi sempurna, atau sebagian besar terionisasi sempurna.
4)   Jika dilakukan uji daya hantar listrik: gelembung gas yang dihasilkan banyak, lampu menyala.
5)   Penghantar listrik yang baik.
6)   Derajat ionisasi = 1, atau mendekati 1.
7)   Contohnya adalah: asam kuat (HCl, H2SO4, H3PO4, HNO3, HClO4);
basa kuat (NaOH, Ca(OH)2, Ba(OH)2, LiOH), garam NaCl.
                      b.     Elektrolit lemah memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)   Menghasilkan sedikit ion.
2)   Molekul netral dalam larutan banyak.
3)   Terionisasi hanya sebagian kecil.
4)   Jika dilakukan uji daya hantar listrik: gelembung gas yang dihasilkan sedikit, lampu tidak menyala.
5)   Penghantar listrik yang buruk.
6)   Derajat ionisasi mendekati 0.
7)   Contohnya adalah: asam lemah (cuka, asam askorbat, asam semut), basa lemah [Al(OH)3, NH4OH, Mg(OH)2, Be(OH)2]; garam NH4CN.
Secara garis besar perbedaan antara elektrolit kuat dengan elektrolit lemah antara lain :
No
Larutan Elektrolit Kuat
Larutan Elektrolit Lemah
1.
a = 1
a = 0 < a < 1
2.
Terionisasi Sempurna
Terionisasi Sebagian
3.
Daya Hantar Listriknya Baik (Kuat)
Daya hantar Listriknya Kurang Baik (Lemah)
4.
Jumlah Ion nya banyak
Jumlah Ion nya sedikit
5.
Jika di tes dengan alat Elektrolit tester, maka akan menghasilkan Gelembung gas dan lampu menyala dengan terang
Jika di tes dengan alat Elektrolit tester, maka akan menghasilkan Gelembung gas tetapi lampu redup/tidak menyala

5. Kekuatan Larutan Elektrolit
Kekuatan larutan elektrolit erat kaitannya dengan derajat ionisasi/disosiasi . Derajat ionisasi/disosiasi adalah perbandingan antara jumlah ion yang dihasilkan dengan jumlah zat mula-mula. Banyak sedikitnya elektrolit yang mengion dinyatakan dengan derajat ionisasi atau derajat disosiasi (α), yaitu perbandingan jumlah zat yang mengion dengan jumlah zat yang dilarutkan.
α =
Derajat ionisasi memiliki rentang antara 0 sampai 1. Jika derajat ionsisasi suatu larutan mendekati 1 atau sama dengan 1, ini mengindikasikan bahwa zat tersebut tergolong larutan elektrolit kuat. Artinya adalah sebagian besar/semua zat tersebut terionisasi membentuk ion positif dan ion negative. Hanya sebagian kecil/tidak ada zat tersebut dalam bentuk molekul netral. Jika derajat ionsisasi suatu larutan mendekati 0, ini mengindikasikan zat tersebut tergolong larutan elektrolit lemah. Artinya adalah hanya sebagian kecil zat tersebut yang terionsisasi menghasilkan ion positif dan ion negative. Sisanya masih berupa molekul netral. Jika semua zat yang dilarutkan mengion maka derajat ionisasinya = 1. Elektrolit kuat memiliki harga α = 1, sebab semua zat yang dilarutkan terurai menjadi ion. Elektrolit lemah memiliki harga α<1, sebab hanya sebagian yang terurai menjadi ion. Adapun non elektrolit memiliki harga α = 0, sebab tidak ada yang terurai menjadi ion.
             (Keenan Kleinfelter, 1998)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.  Definisi Konsepsional
Definisi konsepsional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Analisis adalah sebuah proses menguraikan sebuah pokok masalah atas berbagai bagiannya seperti penelaahan juga dilakukan pada bagian tersebut dan hubungan antar bagian guna mendapatkan pemahaman yang benar serta pemahaman masalah secara menyeluruh (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).
2.    Pembelajaran mandiri adalah adanya kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk ikut menentukan tujuan, sumber dan evaluasi belajarnya (Wedemeyer, 1983).
3.    Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan (Ennis, 1991).

B.  Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Model Pembelajaran MASTER adalah suatu langkah dalam cara belajar
cepat yang diterapkan dimana siswa dalam kelompok untuk membahas bersama LKS yang diberikan. Mind berarti mendapatkan pikiran yang benar. Tahapan pada model pembelajaran ini yaitu Motivating your mind (memotivasi pikiran), Acquire (memperoleh informasi yang terdiri dari gagasan inti), Search Out (mencari makna melalui pembimbing mereka), Trigger (memicu memori), Exhibiting (memamerkan apa yang anda ketahui) dan Reflect  (mereflesikan cara belajar).
2.    Kemampuan Berpikir Kritis adalah kemampuan untuk menimbang faktor-faktor yang penting dan tidak penting, konkrit dan abstrak yang mempengaruhi suatu situasi, agar dapat dibuat solusi yang terbaik dari suatu masalah.
3.    Sub Pokok Bahasan Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit adalah suatu materi pelajaran kimia yang diajarkan di kelas X pada semester genap.

C.  Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat dan waktu  dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 5 Samarinda.
2.      Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 28 April - 05 Mei tahun ajaran 2013/2014.

D.    Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPA SMA Negeri 5 Samarinda.
2.      Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X IPA 2 yang berjumlah 36 siswa.  Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah  purposive sampling dalam pengambilan sampel penelitian. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa kelas dengan tingkat kemampuan yang berbeda dan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri dan bantuan dari pihak sekolah atau guru bersangkutan menentukan kelas yang akan dijadikan sampel penelitian, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

E.  Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analisis deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan informasi sesuai dengan variabel yang diteliti. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Arikunto, 2009). Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menemukan data kemampuan siswa yang berbentuk angka.



F.   Alur Penelitian
Kesimpulan
Analisis dan Pembahasan Temuan penelitian

Menganalisis Materi

Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Observasi

Membuat Instrumen Penelitian

Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Motivating, Acquire, Search, Trigger, Exhibit, Reflect (MASTER)



Observasi
Tes Tertulis

Analisis Hasil

Pengolahan Data
Alur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1







 



Observasi selema penelitian
Wawancara
                                                                                                    









Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian
G.    Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan, langkah-langkah yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut :
a.    Melakukan observasi ke sekolah.
b.    Menganalisis materi yang akan diajarkan.
c.    Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan menyusun materi pelajaran yang akan disampaikan.
d.   Merencanakan model pembelajaran yang sesuai dengan konsep materi yang akan diajarkan dan memperhitungkan waktu yang diperlukan.
e.    Mempersiapkan instrumen penelitian berupa tes tertulis berbentuk uraian.
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, langkah-langkah yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut :
a.    Memberikan perlakuan yaitu dengan cara menerapkan model Mind Motivating, Acquire, Search, Trigger, Exhibit, Reflect (MASTER) dengan materi pembelajarannya, yaitu larutan elektrolit dan non elektrolit.
b.    Melaksanakan tes akhir pertemuan yang berjumlah 5 soal.
3.    Tahap Penyelesaian
Setelah tahap pelaksanaan akan dilakukan tahap penyelesaian, langkah-langkah yang ditempuh peneliti adalah sebagai berikut :
a.    Pengolahan data.
b.    Analisis hasil tes tertulis.
c.    Analisis dan pembahasan temuan penelitian.
d.   Penarikan kesimpulan.

H.    Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, data diperoleh melalui teknik tes dan non tes, yaitu :
1.      Teknik Tes
a.       Tes dilaksanakan pada tiap akhir pertemuan yang memuat indikator-indikator kemampuan berpikir kritis (memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, inferensi, memberi penjelasan lebih lanjut dan Kemampuan strategy and tactics) dalam bentuk butir tes sebanyak 5 soal.
2.      Teknik Non Tes
a.       Observasi, pada penelitian ini dilakukan observasi secara langsung terhadap siswa selama kegiatan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang berisi skala penilaian, indikator dan keterampilan berpikir kritis yang diamati. Lembar observasi selanjutnya digunakan sebagai data penunjang untuk melihat keterampilan berpikir kritis siswa secara klasikal.
b.      Wawancara, pada penelitian ini wawancara dilakukan setelah menganalisis jawaban pertanyaan tes akhir. Wawancara dilakukan terhadap 6 orang siswa, 2 orang dari kelompok atas, 2 orang dari kelompok sedang dan 2 orang dari kelompok bawah. Pengambilan sampel wawancara dilakukan berdasarkan nilai jawaban tes akhir pertemuan  siswa. Melalui wawancara akan diperoleh keterangan langsung dari siswa mengenai jawaban yang diberikan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (pedoman wawancara).

I.     Teknik Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif, yang berarti hanya memaparkan data yang diperoleh melalui pemberian soal-soal sebagai latihan
dan tes pemahaman belajar. Data yang diperoleh kemudian disusun, dijelaskan dan akhirnya dianalisis dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan. Secara rinci analisis digunakan dalam 8 tahap, yaitu:
1.    Memberikan skor mentah untuk setiap jawaban siswa yang mengacu pada pedoman penilaian yang telah dibuat.
2.    Menghitung nilai yang diperoleh siswa untuk masing-masing indikator kemampuan berpikir kritis setiap pertemuan, dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Arikunto (2009) sebagai berikut:
Nilai  Siswa=  x 100
3.    Mengurutkan nilai siswa untuk wawancara berdasarkan presentase dan mengelompokkannya dalam tiga kategori yaitu atas, sedang dan bawah.
Pengelompokkan kategori tersebut dibuat berdasarkan :
                                       Atas
    Mean + 1 SD
                                       Sedang
    Mean – 1 SD
                                       Bawah
                                                                                           (Pramudjono, 2003)
4.    Menentukan rata-rata nilai siswa untuk setiap indikator kemampuan berpikir kritis berdasarkan nilai yang diperoleh siswa pada tiap pertemuan.
Nilai=  
5.  Menentukan kategori kemampuan untuk masing-masing siswa untuk setiap kemampuan berpikir kritis  berdasarkan skala kategori kemampuan (Arikunto, 2006) disajikan dalam tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Skala Kategori Kemampuan
Nilai Siswa
Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa
81≤ X ≤100
Sangat baik
61≤ X ≤80
Baik
41≤ X ≤60
Cukup
21≤ X ≤40
Kurang
0≤ X ≤20
Sangat Kurang

6.    Menghitung presentase sebaran siswa untuk masing-masing kategori kemampuan pada setiap kemampuan berpikir kritis menggunakan rumus:
Sebaran Siswa (%) =  × 100%
Keterangan :
∑X = jumlah siswa pada setiap kategori kemampuan
∑Y = jumlah total siswa
7.    Menafsirkan data sebaran siswa yang diperoleh menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990) seperti dalam tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Tafsiran Persentase Sebaran Siswa
Presentase (%)
Tafsiran Kualitatif
0
Tidak Ada
0≤ X ≤25
Sebagian Kecil
26≤ X ≤49
Hampir Separuhnya
50
Separuhnya
51≤ X ≤75
Sebagian Besar
76≤ X ≤99
Hampir seluruhnya
100
Seluruhnya
8.    Pengelolaan Lembar Observasi siswa tidak dilakukan pengolahan data yang diubah dalam bentuk narasi dan guru dituliskan kedalam bentuk tabel penilaian sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang dikatagorikan sebagai hasil observasi. Data observasi diperoleh melalui pengisian lembar observasi yang dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung dan diisi oleh observer. Pengolahan data dari lembar observasi menggunakan rumus:
P =
9.    Penarikan Kesimpulan
Setelah data diperoleh, kemudian diolah secara sistematis berdasarkan data tersebut dan diperoleh kesimpulan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Penelitian
Hasil analisis data yang diperoleh pada penelitian ini dari pengumpulan data berupa tes tertulis yang diberikan pada setiap akhir pertemuan di kelas X IPA 2 SMA Negeri 5 Samarinda. Soal yang diberikan berupa soal uraian yang berjumlah 5 soal yang keseluruhan mengacu pada indikator berpikir kritis, yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, inferensi, memberi penjelasan lebih lanjut dan kemampuan strategy and tactics, serta data hasil wawancara pada 6 orang siswa yang mewakili tiga kategori kelompok yaitu kelompok atas, sedang dan bawah serta lembar observasi untuk pengamatan secara teliti dengan observer guru bidang studi kimia di kelas tersebut.
berjalannya proses pembelajaran serta kendala-kendala dalam mengerjakan soal evaluasi yang diberikan pada setiap akhir pertemuan.
Hasil jawaban siswa diberi skor mentah yang kemudian diubah menjadi bentuk persentase, selanjutnya nilai persentese tersebut dikategorikan dalam tabel kategori kemampuan. Hasil-hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel persentase siswa secara keseluruhan pada setiap indikator kemampuan berpikir kritis, selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan 6 orang siswa yang mewakili setiap kategori kelompok tersebut. Hasil wawancara dengan siswa digunakan untuk menganalisis sebagai informasi tambahan mengenai proses
Hasil yang diperoleh dari pengumpulan data berupa nilai rata-rata per indikator kemampuan berpikir kritis pada pertemuan satu dan pertemuan dua berdasarkan hasil jawaban pada soal evaluasi untuk keseluruhan siswa.  Hasil-hasil penelitian yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik persentase siswa secara keseluruhan pada setiap indikator kemampuan berpikir kritis, dengan contoh hasil perhitungan pada lampiran 27 dan lampiran 28, sebagai berikut:
Tabel 4.1 Rata-rata Nilai Persentase Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Secara Keseluruhan
No
Indikator Berpikir Kritis
Rata-Rata (%)
Kategori
1.
Kemampuan Penjelasan Sederhana
83.61%
Sangat Baik
2.
Membangun keterampilan dasar
63.06%
Baik
3.
Kemampuan Inferensi
76.39%
Baik
4.
Kemampuan penjelasan lebih lanjut
69.72%
Baik
5.
Kemampuan strategi dan taktik
70.28%
Baik
               
Kategori
SB
B
C
K
SK
Sabaran Siswa (%)
47.22
50.00
2.78
0.00
0.00
Tafsiran
Hampir Separuhnya
Separuhnya
Sebagian Kecil
Tidak Ada
Tidak Ada

Tabel 4.3. Data Sebaran Siswa pada Indikator  Keterampilan Dasar
Kategori
SB
B
C
K
SK
Sabaran Siswa (%)
0.00
36.11
63.89
0.00
0.00
Tafsiran
Tidak Ada
Hampir Separuhnya
Sebagian Besar
Tidak Ada
Tidak Ada
Tabel 4.4. Data Sebaran Siswa pada indikator Inferensi
Kategori
SB
B
C
K
SK
Sabaran Siswa (%)
27.78
47.22
25.00
0.00
0.00
Tafsiran
Hampir Separuhnya
Hampir Separuhnya
Sebagian Kecil
Tidak Ada
Tidak Ada

Tabel 4.5. Data Sebaran Siswa pada Indikator Penjelasan Lebih Lanjut
Kategori
SB
B
C
K
SK
Sabaran Siswa (%)
2.78
75.00
19.44
2.78
0.00
Tafsiran
Sebagian Kecil
Sebagian Besar
Sebagian Kecil
Sebagian Kecil
Tidak Ada

Tabel 4.6. Data Sebaran Siswa pada Indikator Strategi dan Taktik
Kategori
SB
B
C
K
SK
Sabaran Siswa (%)
5.56
66.67
27.78
0.00
0.00
Tafsiran
Sebagian Kecil
Sebagian Besar
Hampir Separuhnya
Tidak Ada
Tidak Ada

Keterangan :
SB : Sangat Baik                           B     : Baik                               C  : Cukup
K   : Kurang                                  SK  : Sangat Kurang

   Gambar 4.1 Grafik Nilai Rata-rata Siswa Pada Kelima Indikator
Gambar 4.2 Grafik sebaran siswa pada Indikator Penjelasan Sederhana

Gambar 4.3 Grafik sebaran siswa pada Indikator Keterampilan Dasar

Gambar 4.4 Grafik data sebaran siswa pada Indikator Inferensi
      

Gambar 4.5 Grafik sebaran siswa pada Indikator Penjelasan Lebih Lanjut


Gambar 4.6 Grafik  sebaran siswa pada Indikator Strategi dan Taktik

B.     Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X IPA-2 SMA Negeri 5 Samarinda pada sub pokok bahasan larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan menggunakan Model MASTER (Mind, Acquire, Search Out, Trigger, Exhibit, Reflect) yang dilakukan dengan metode praktikum dimana pada penelitian ini siswa yang diteliti berjumlah 36 orang siswa. Dalam penelitian ini, Keterampilan berpikir kritis yang dianalisis meliputi memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, inferensi, memberi penjelasan lebih lanjut dan kemampuan strategy and tactics.
Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model MASTER ini diperkenalkan oleh Rose dan Nicholl yang dilakukan dengan metode praktikum dimana dalam proses pembelajarannya model ini dikembangkan cara belajar cepat yang diterapkan untuk membuat suasana pembelajaran terasa menyenangkan dan jauh dari kesan kaku. Model pembelajaran ini lebih diarahkan pada experiental learning, yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan konkrit di laboratorium diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide serta pengembangan konsep baru. Model pembelajaran ini diberikan agar siswa harus memiliki pengalaman dengan membuat hipotesis, meramalkan, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, menungkapkan pertanyaan cara belajar cepat yang diterapkan untuk membuat suasana  pembelajaran  terasa  menyenangkan   dan   jauh   dari   kesan  kaku,
mengekspresikan jawaban dan lain-lain untuk membangun kontruksi pengetahuan baru.
mengevaluasi cara belajar setiap hari sehingga mampu menerapkan hasil pembelajaran.
Model pembelajaran MASTER ini mempunyai langkah-langkah  pembelajaran. Langkah awal model pembelajaran MASTER adalah motivating your mind (memotivasi pikiran) yaitu memotivasi siswa agar belajar dan memberi pertanyaan tentang keterkaitan dengan materi untuk manfaat dalam mempelajari suatu konsep. Pada langkah kedua, acquiring the information (memperoleh informasi) yaitu kemampuan bekerja sama secara efektif dalam suatu tim atau kelompok. Pada langkah ketiga, searching out the meaning (menyelidiki makna) yaitu siswa dibimbing agar dapat menyelidiki makna untuk pemahaman saat mereka melakukan praktikum, tujuannya bukan hanya mengalihkan pengetahuan kepada para siswa tersebut tetapi agar mereka bisa membuat makna bagi diri mereka sendiri untuk benar-benar memahami konsep yang disampaikan. Selanjutnya langkah keempat, exhibiting what you know (memamerkan apa yang anda ketahui) yaitu untuk mempresentasikan hasil diskusi berdasarkan hasil pengamatan dan membuat satu buah soal, dijawab dan diperiksa oleh temannya sendiri. Setelah itu langkah kelima, triggering the memory (memicu memori) yaitu pengulangan materi informasi yang didapatkan dapat disimpan dalam memori dengan jangka panjang. Tahapan yang dilakukan yaitu dengan menyimpulkan materi bersama siswa di akhir pembelajaran. Dan langkah terakhir reflecting how you’ve    learning   (merefleksikan   bagaimana   anda   belajar)   yaitu   selalu mengevaluasi cara belajar setiap hari sehingga mampu menerapkan hasil pembelajaran.
  Proses pembelajaran diatas ternyata dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa karena dalam pelaksanaannya siswa diberikan kesempatan untuk belajar menemukan dan menyusun konsep dari setiap materi yang diajarkan. Berdasarkan hasil tes yang telah diperoleh, peneliti dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa untuk setiap indikator yang ada. Adapun uraian mengenai hasil penelitian untuk masing-masing indikator berpikir kritis sebagai berikut:
1.      Indikator Memberikan Penjelasan Sederhana
Memberikan Penjelasan Sederhana merupakan suatu kemampuan untuk mengidentifikasi dan merumuskan kriteria-kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin. Berdasarkan tahapan pembelajaran MASTER, keterampilan memberikan penjelasan sederhana dalam mengidentifikasi kemungkinan jawaban dapat dilakukan pada tahap Mind.  Memberikan penjelasan sederhana siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran MASTER yang dilakukan dengan metode praktikum pada tahap Mind dapat dilihat pada guru memberikan motivasi   dan   pertanyaan   kepada   siswa   mengenai  keterkaitan  materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari sementara itu siswa menyimak dan memikirkan sesuatu yang disampaikan oleh guru sehingga siswa menjadi senang dan semangat dalam proses pembelajarannya.
Aspek berpikir kritis yang diperlukan pada tahap ini yaitu: mempertimbangkan jawaban yang mungkin. Siswa memahami faktor- faktor yang mempengaruhi penyebab peristiwa-peristiwa itu terjadi, serta akibat apa yang dimungkinkan akan timbul dari kejadian tersebut. Tes tertulis untuk indikator memberikan penjelasan sederhana pada pertemuan satu dan dua terletak pada butir soal nomor 1, setelah lembar jawaban siswa dikoreksi ternyata pada jawaban siswa terdapat jawaban yang kurang tepat. Dari salah satu siswa yang menjawab tidak lengkap kurang lengkap pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 sebagai berikut:
Jawaban  1 (Nur013)  : Untuk menentukan suatu zat tergolong elektrolit dan nonelektrolit yaitu dengan melihat pada eksperimen apabila terdapat gelembung gas yang banyak dan lampu menyala. Zat tersebut tergolong larutan elektrolit dan apabila tidal terdapat gelembung gas dan tidak menyala zat tersebut tergolong nonelektrolit.
Jawaban 2 (Nur013) : Yang lebih kuat daya hantarnya adalah elektrolit kuat.
Berdasarkan gambar 4.2 dapat diketahui data sebaran siswa dan kemampuan siswa dalam kemampuan penjelasan sederhana dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa kemampuan memberikan penjelasan sederhana pada siswa, yaitu 47.22% hampir separuhnya siswa termasuk kategori sangat baik, 50% atau separuhnya siswa termasuk dalam kategori baik, 2.78% atau sebagian kecil siswa termasuk kategori cukup dan 0% keseluruhan   untuk   rata-rata   nilai   persentase    indikator   memberikan
atau tidak ada siswa termasuk kategori kurang dan sangat kurang. Secara keseluruhan penjelasan sederhana diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 83.61% dengan kategori sangat baik.
Berdasarkan nilai secara keseluruhan rata-rata presentasi indikator memberikan penjelasan sederhana siswa yang diperoleh pada soal pertemuan 1 yaitu membedakan  sifat larutan nonelektrolit dan elektrolit sedangkan pada pertemuan 2 mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit dari data percobaan yang diperoleh  kemampuan berpikir kritis untuk indikator memberikan penjelasan sederhana siswa kelas X IPA 2 di SMA Negeri 5 Samarinda adalah sangat baik.
Hal ini didukung pula dengan adanya lembar hasil observasi dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada setiap pertemuan yaitu siswa seluruhnya (100%) Dan lembar hasil observasi guru dikategorikan (4) Baik. Begitu juga pada pertemuan 2 hasilnya sama tidak ada perubahan pada hasil observasi berarti siswa dan guru telah melakukan kegiatan yang sesuai memberikan penjelasan sederhana melalui model MASTER pada tahap Mind dilakukan dengan metode praktikum.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa dari perwakilan kelompok, hampir seluruh siswa dapat mengerjakan butir soal indikator memberikan penjelasan sederhana dengan sangat baik pada pertemuan 1 maupun pertemuan 2. Hal ini karena siswa telah terbiasa dengan  soal-soal  tersebut  karena  pada  saat  kegiataan  praktikum  siswa menemukan  sendiri  fakta-fakta  mengenai  larutan  elektrolit   serta   nonelektrolit dalam proses pembelajarannya.
Pernyataan ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan perwakilan siswa yang mengatakan bahwa mereka tidak menemukan kesulitan   dalam   menjawab   butir   soal   nomor   1. Pertanyaan peneliti kepada siswa yaitu berdasarkan soal evaluasi pada akhir pertemuan 1 dan 2 yang telah dilakukan, bagaimanakah soal no 1, apakah sulit atau mudah. Menurut jawaban dari siswa, mereka tidak menemukan kesulitan dalam mengerjakan butir soal no 1, karena sudah mengetahui ciri-ciri dari larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan pengalaman praktikum yang mereka lakukan. Berdasarkan wawancara tersebut dapat terlihat bahwa siswa sebagian besar bisa menjawab dan hanya sedikit yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tersebut tetapi masih banyak yang bisa mengerjakan soal dengan baik berarti mereka masih memperhatikan pada saat proses pembelajarannya.
2.    Indikator Keterampilan Dasar
Keterampilan Dasar adalah Kemampuan untuk mempertimbangkan kredibilitas sumber, kemampuan memberikan alasan  dan kebiasaan sehari-hari. Keterampilan Dasar pada saat proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran MASTER pada tahap Search yaitu melalui kegiatan praktikum untuk memecahkan masalah dapat dilihat pada saat kegiatan praktikum berlangsung, dimana siswa menganalisis dan mengevaluasi ciri-ciri dari larutan yang diamati yang dilihat dari nyala lampu dan gelembung gas, yakni pada pertemuan 1 mengamati ciri-ciri larutan elektrolit dan nonelektrolit sedangkan pada pertemuan 2 mengamati ciri-ciri elektrolit kuat dan elektrolit lemah. Setelah siswa memperhatikan ciri-ciri larutan tersebut maka siswa dapat menentukan apakah larutan tersebut dapat menghantarkan arus listrik atau tidak dan dapat menentukan larutan elektrolit yang mempunyai daya hantar yang relatif baik.
Tes tertulis untuk indikator keterampilan dasar tertuang pada butir soal nomor 2 pada kedua pertemuan tersebut. Aspek berpikir kritis yang dibutuhkan pada soal ini ialah siswa diminta untuk memberikan alasan  pada pertanyaan tersebut dan mempertimbangkan kredibilitas sumber, kemampuan memberikan alasan  dan kebiasaan sehari-hari. Setelah lembar jawaban dikoreksi hanya sedikit siswa yang bisa menjawab. Dan masih banyak jawaban siswa yang kurang lengkap.
Jawaban  1 (NUR016) : Berdasarkan hasil percobaan tidak ditemukan adanya gejala pada elektroda dan nyala lampu karena tidak ditemukan adanya gejala dari satu elektroda ke elektroda lain.
Jawaban 2 (NUR013) : Senyawa ion dalam bentuk padatan tidak dapat menghantarkan arus listrik karena ion-ionnya tidak dapat bergerak bebas. Jadi, ini termasuk non-konduktor. Dalam bentuk lelehan dan larutan senyawa ion dapat menghantarkan arus listrik. Jadi senyawa ini termasuk konduktor.
Berdasarkan gambar 4.3 hasil analisis data sebaran siswa keterampilan dasar siswa yang diperoleh, yaitu 36.11% atau hampir separuhnya termasuk dalam kategori baik, 63.89% atau sebagian besar termasuk kategori cukup. Rata-rata nilai persentase indikator keterampilan dasar secara keseluruhan sebesar 63.06%, sehingga kemampuan berpikir kritis untuk indikator keterampilan dasar siswa kelas X IPA-2 SMA Negeri 5 Samarinda pada soal pertemuan 1 yaitu menganalisis data larutan elektrolit dan larutan non elektrolit berdasaran sifat daya hantar listriknya dan pada pertemuan 2 yaitu membandingkan larutan elektrolit kuat dan larutan elektrolit lemah dengan derajat disosiasi (α) termasuk dalam kategori baik.
Indikator kemampuan berpikir kritis untuk keterampilan dasar hasilnya bisa dikatakan baik pada setiap pertemuan sama ditunjang pada hasil lembar observasi, dimana siswa dan guru hampir (100%) siswa melakukan atau (4) kategori baik berarti telah melakukan kegiatan membangun keterampilan dasar melalui model MASTER pada tahap Search (menyelidiki makna) yang dilakukan menganalisis dan mencari tau jawaban yang ada pada LKS tersebut dengan metode praktikum.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kelompok, dapat diketahui bahwa hampir seluruh siswa menemukan kesulitan dalam mengerjakan soal keterampilan dasar pada pertemuan 1 maupun pertemuan 2. Wawancara yang dilakukan peneliti dengan perwakilan salah satu siswa yaitu berdasarkan soal evaluasi pada akhir pertemuan 1 dan 2 yang telah dilakukan, bagaimanakah soal no 2, apakah sulit atau mudah. Menurut mereka untuk soal no 2 agak mudah dari pada pertemuan 1, setelah menjawab pada soal pertemuan lebih  agak  sulit  karena  pada  saat  kegiatan praktikum kurang memahami yang dipelajari mengenai hal tersebut. Berdasarkan wawancara tersebut dapat terlihat bahwa siswa sebagian besar bisa menjawab dan yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tersebut tetapi hanya sedikit yang bisa mengerjakan soal dengan baik berarti mereka kurang memperhatikan pada saat proses pembelajarannya.
3.      Indikator Kemampuan Inferensi
Kemampuan  Inferensi  merupakan  salah  satu  indikator  berpikir kritis yang tidak kalah penting, yaitu untuk kelompok yang logis, kondisi yang logis dan membuat penjelasan dari suatu kesimpulan, hipotesis dan memberikan kriteria alasan dalam membuat asumsi. Kemampuan ini dapat dilihat dalam pembelajaran dengan menggunakan model MASTER pada tahap Trigger (guru dan siswa dapat menyimpulkan dan memperoleh jawaban  yang   benar  utama  yang  dipelajari   dan   baik   dalam   bentuk
pertanyaan dari guru) dan Reflecting (selalu mengevaluasi cara belajar setiap hari) yang dipadukan kegiatan praktikum, yakni ketika siswa menyimpulkan, membuat satu buah soal dan menjawabnya serta mampu menerapkan hasil pembelajaran.
Indikator Kemampuan Inferensi pada soal tersebut ditunjukan pada soal nomor 3 untuk pertemuan 1 dan 2. Aspek yang berpikir kritis yang dibutuhkan pada soal ini adalah diharapkan siswa mampu mempertimbangkan hasil dedukasi untuk membuat penjelasan dari suatu kesimpulan dan hipotesis. Setelah dikoreksi jawaban dari siswa ternyata hampir semua bisa menjawab soal tersebut, namun ada sedikit siswa yang
Jawaban  1  (NUR17)     : HCl  merupakan  senyawa  kovalen  polar  yang      berarti   mempunyai  kutub   positif   dan   negatif
menjawab kurang lengkap dan kurang tepat akibat adanya perbedaan keelektronegatifan.


Jawaban 2 (NUR018) : KCl termasuk elektrolit kuat dan CH3COOH elektrolit lemah.
Berdasarkan gambar 4.4 data sebaran siswa yang diperoleh dari hasil perhitungan, persentase indikator Kemampuan Inferensi yang diperoleh siswa, yaitu 27.78% atau hampir separuhnya termasuk kategori sangat baik, 47.22% atau hampir separuhnya dikategorikan baik, 25% atau sebagian kecil termasuk kategori cukup. Adapun rata-rata nilai siswa keseluruhan untuk indikator inferensi sebesar 76.39% yang mana termasuk dalam kategori baik, sehingga dapat dikategorikan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 yaitu menganalisis berdasarkan  hasil  praktikum  larutan  elektrolit  dan   nonelektrolit  dapat disimpulkan  bahwa  kemampuan  untuk  indikator inferensi siswa di kelas X IPA 2 SMA Negeri 5 Samarinda adalah baik.
Kemampuan berpikir kritis untuk indikator kemampuan inferensi siswa kelas X IPA 2 di SMA Negeri 5 Samarinda baik, hal ini didukung pula dengan adanya lembar hasil observasi siswa dan guru dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada setiap pertemuan yaitu siswa hampir seluruhnya (50%) dan (4) baik berarti telah melakukan kemampuan inferensi dengan model MASTER pada tahap (Trigger) membuat penjelasan dari suatu kesimpulan dipadukan dengan metode praktikum.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan kelompok dapat dikatahui bahwa pada perwakilan beberapa siswa hampir seluruhnya dapat mengerjakan soal nomor 3 dengan benar pada pertemuan 1 tetapi pada pertemuan 2 siswa sedikit mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal. Hasil dari wawancara perwakilan siswa soal evaluasi pada akhir pertemuan 1 dan 2 yang telah dilakukan, bagaimanakah soal no 3, apakah sulit atau mudah. Kalau menurut mereka pertemuan 1 tidak mengalami kesulitan dalam menjawab soal evaluasi, tetapi pada soal evaluasi yang ke 2 mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non elektrolit dari data percobaan.
4.      Indikator Kemampuan Penjelasan Lebih Lanjut
Penjelasan Lebih Lanjut merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih elemen yang dibutuhkan untuk menyusun kesimpulan yang memiliki alasan, kemampuan menyatakan hasil pemikiran dan menganalisis argumen. kemampuan penjelasan lebih lanjut pada saat kegiatan pembelajaran  dengan menggunakan model pembelajaran MASTER pada tahap Exhibit (mempresentasikan hasil diskusi berdasarkan hasil pengamatan, membuat satu buah soal, dijawab dan diperiksa oleh temannya sendiri) yang dipadukan dengan praktikum dapat dilihat pada saat siswa mendiskusikan pertanyaan yang terdapat dalam LKS bersama dengan kelompoknya sehingga memperoleh jawaban yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta setiap anggota dalam kelompok tersebut mengerti dan paham mengenai pembelajaran tersebut. Dengan adanya diskusi ini, siswa akan menguji hasil temuan serta mengembangkan argumennya dalam membuktikan suatu pernyataan. Pada  proses  pembelajaran  siswa  diminta  untuk  memberikan penjelasan bukan pernyataan berdasarkan hasil diskusi secara lisan yang dilakukan siswa secara berkelompok, yang artinya siswa menjelaskan kepada kelompok lain melalui perwakilan kelompok masing-masing.
Tahap Exhibit untuk membuat satu buah soal, dijawab dan diperiksa oleh temannya sendiri perwakilan dari siswa untuk setiap pertemuan, berikut perwakilan pertemuan 1 dan pertemuan 2 dari siswa:
Pembuat soal (NUR024)          : “Apa yang dimaksud dengan larutan     elektrolit.”
Penjawab soal (NUR026)         : “Larutan yang dapat mengantarkan arus listrik. Hal tersebut disebabkan adanya ion-ion positif dan ion-ion negatif yang berasal dari senyawa elektrolit yang terurai dalam larutan.”
Pembuat soal (NUR0013)        : “Mengapa larutan NaCl dikatakan larutan elektrolit kuat ?”
Penjawab soal (NUR019)         : “Karena larutan NaCl dapat menghasilkan listrik. Dan berdasarkan hasil pengamatan, larutan NaCl mengeluarkan banyak gelembung yang dapat menghantarkan listrik sehingga lampu dapat  menyala terang.”
Indikator kemampuan penjelasan lebih lanjut untuk tes tertulis tertuang pada butir soal nomor  4 pada tiap pertemuannya. Pada soal-soal tersebut  aspek berpikir kritir diperlukan untuk  menduga  jawaban  yang mungkin terdapat pada data kemudian menyusun simpulan yang sesuai dengan strategi definisi (tindakan mengidentifikasi persamaan) yang diperlukan asumsi seperti membangun kembali argument. Namun setelah dikoreksi masih ada siswa yang menjawab kurang lengkap dam kurang tepat.
Jawaban 1 (NUR022) : Larutan air jeruk dan tawas merupakan larutan elektrolit. Yang memiliki gelembung gas dan lampu dapat menyala. Sedangkan pada air tomat tidak dapat menghemat listrik.
Jawaban 2 (NUR022) : garam tergolong elektrolit kuat, air sunlight tergolong elektrolit lemah dan larutan gula nonelektrolit.
Berdasarkan gambar 4.5 data sebaran siswa yang diperoleh dari hasi perhitungan, persentase indikator kemampuan penjelasan lebih lanjut yang diperoleh siswa, yaitu sebesar 2.78% atau sebagian kecil siswa termasuk dalam kategori sangat baik, 75% atau sebagian besar termasuk dalam ketegori baik, 19.44% atau sebagian kecil termasuk dalam kategori cukup, 2.78% atau sebagian kecil termasuk kategori kurang. Adapun rata-rata nilai persentase indikator kemampuan penjelasan lebih lanjut secara keseluruhan sebesar 69.72%, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa untuk indikator kemampuan penjelasan lebih lanjut yaitu pada pertemuan 1 siswa membedakan larutan elektrolit dan larutan non elektrolit melalui percobaan dan pada pertemuan 2 siswa mampu Menganalisis larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan nonelektrolit dengan melakukan percobaan siswa termasuk ke dalam kategori baik.
Kemampuan  penjelasan  lebih  lanjut  siswa dan guru di kelas  X  IPA  2 SMA Negeri 5 Samarinda bisa dikatakan baik karena pada hasil lembar observasi juga hampir semua siswa (50%) dan guru (4) baik berarti siswa hampir separuhnya melakukan tahap Exhibit dengan memberikan penjelasan lebih lanjut yang dipadukan dengan metode praktikum. Ditahap ini siswa mempersentasikan, membuat satu buah soal dan menjawab lembar evaluasi yang diperintahkan oleh guru.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan kelompok dapat diketahui bahwa beberapa siswa hampir seluruhnya dapat mengerjakan soal nomor 4 dengan benar, tetapi berdasarkan hasil wawancara  terdapat pula siswa yang kurang tepat dalam menjawab soal tersebut. Wawancara dengan perwakilan kelompok bagaimana pendapat mereka kalau evaluasi pada akhir pertemuan 1 dan 2 yang telah dilakukan, bagaimanakah soal no 4 apakah sulit atau mudah. Berdasarkan jawaban dari perwakilan siswa menurutnya untuk pertemuan 1 tidak mengalami kesulitan, tetapi pada pertemuan ke 2 agak sedikit bingung.
Berdasarkan wawancara tersebut siswa menjawab kurang tepat karena siswa tidak mengingat atau lupa dengan jawaban tersebut dan sangat membingungkan. Siswa sebagian besar bisa menjawab dan yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tersebut tetapi hanya sedikit yang bisa mengerjakan soal dengan baik berarti mereka kurang memperhatikan pada saat proses pembelajarannya.
5.      Indikator Strategi dan Taktik
Strategi dan Taktik adalah kemampuan untuk mendefinisikan masalah, menyeleksi kriteria untuk membuat solusi dan merumuskan  alternatif yang memungkinkan. Berdasarkan   tahapan  pembelajaran  pada MASTER, keterampilan mengatur strategi dan taktik dapat dikembangkan tahap Acquire. Kemampuan mengatur strategi dan taktik dalam proses pembelajaran  menggunakan  model  MASTER  pada  tahap Acquire  yang dipadukan dengan metode praktikum terlihat pada siswa dibagi kedalam kelompok dan siswa bergabung dengan temannya membentuk kelompok dalam belajar, pembagian kelompok dilakukan berdasarkan  kemampuan siswa yang diperoleh dari nilai ulangan harian materi sebelumnya sehingga kelompok yang akan diberi perlakuan akan lebih adil. Setiap kelompok terdiri dari 6-7 siswa yang didalamnya terdapat 2 siswa yang memiliki nilai diatas 75, 2 siswa memiliki nilai  antara 60-75, dan 2 siswa lagi memiliki nilai dibawah 60.
Keterampilan strategi dan taktik, aspek yang dinilai adalah mendefinisikan masalah yang dibutuhkan untuk menyeleksi kriteria dalam membuat solusi. Indikator kemampuan strategi dan taktik untuk tes tertulis terurai pada butir soal nomor 5 pada kedua pertemuan tersebut. Setelah lembar jawaban dikoreksi ternyata masih ada siswa yang menjawab kurang tepat.
Jawaban 1 (NUR024) : Karena air jeruk termasuk elektrolit yang dapat menghantarkan arus listrik. Namun air jeruk termasuk elektrolit lemah karena tidak sampai menghidupkan lampu.
Jawaban 2 (NUR024) : Karena kemungkinan air hujan termasuk elektrolit dan air hujan mempunyai daya hantar listrik.
Berdasarkan gambar 4.6 dapat diketahui data sebaran siswa dan kemampuan siswa dalam kemampuan strategi dan taktik dari hasil pada siswa yaitu, sebesar  5.56% atau sebagian kecil termasuk kategori sangat baik, 66.67% atau sebagian besar dikatakan baik, 27,78% atau hampir separuhnya termasuk dalam kategori cukup, 0% atau tidak ada termasuk dalam kategori kurang dan sangat kurang. Adapun rata-rata nilai persentase indikator kemampuan strategi dan taktik secara keseluruhan sebesar 70.28% dengan kategori baik, sehingga kemampuan berpikir kritis untuk indikator kemampuan strategi dan taktik siswa kelas X IPA 2 SMA Negeri 5 Samarinda pada soal pertemuan 1 dan pertemuan 2 yaitu menjelaskan larutan elektrolit berdasarkan daya hantar listrik dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini proses pembelajaran juga dapat dikatakan berhasil, dengan hasil rata-rata nilai persentase yang baik.
Hal ini juga ditunjukkan pada hasil lembar observasi yang terlihat bahwa siswa hampir seluruhnya (100%) dan guru (4) baik berarti telah melakukan kegiatan strategi dan taktik melalui model MASTER pada tahap Acquire dimana siswa membagi kelompok 5-6 bekerja sama dan berdiskusi serta guru mengarahkan siswa untuk membagi kelompok yang dipadukan dengan metode praktikum.
Hasil lembar observasi untuk proses penerapan model pembelajaran MASTER ini menunjukkan kegiatan siswa sama tidak mengalami peningkatan dari pertemuan pertama 80% sama dengan pada pertemuan kedua 80%. Dari presentase ini maka dapat dikatakan bahwa siswa sudah dapat beradaptasi dengan pelaksanaan model pembelajaran ini dikelas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan kelompok, ternyata masih terdapat perwakilan kelompok yang masih ada sebagian kecil mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal evaluasi yang diberikan. Hal ini terjadi karena siswa kurang memperhatikan arahan dari guru pada proses pembelajaran dan kurang memperhatikan saat kegiatan praktikum dilaksanakan. Wawancara dengan perwakilan kelompok dengan pertanyaan soal evaluasi pada akhir pertemuan 1 dan 2 yang telah dilakukan, bagaimanakah soal no 5, apakah sulit atau mudah. Menurutnya, untuk soal pada pertemuan 1 dan pertemuan 2  sama saja saya masih agak sedikit bingung dan belum begitu mengerti bagaimana menjelaskan larutan elektrolit berdasarkan daya hantar listrik dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan wawancara tersebut dapat terlihat bahwa siswa hanya sedikit yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal tersebut tetapi masih banyak yang bisa mengerjakan soal dengan baik berarti mereka masih memperhatikan pada saat proses pembelajarannya.
Berdasarkan gambar 4.1 dapat kita ketahui bahwa nilai rata-rata siswa kemampuan penjelasan sederhana memiliki nilai tertinggi diantara indikator-indikator lainnya ini dikarenakan siswa mampu mengidentifikasi suatu masalah pada soal evaluasi dengan kategori yang sangat baik. Sedangkan yang terendah adalah keterampilan membangun keterampilan dasar tergolong baik dalam mengungkapkan suatu masalah juga perlu ditingkatkan, karena masih banyak siswa belum mampu memahami maksud soal yang diberikan. Kemampuan Inferensi, penjelasan lebih lanjut dan strategi taktik lanjut tergolong baik, namun dalam hal ini juga perlu ditingkatkan. Hal ini karena hampir separuhnya siswa masih memiliki kemampuan kurang dalam memahami dan menyelesaikan suatu masalah.
Berdasarkan uraian mengenai kelima indikator kemampuan berpikir kritis dengan model MASTER tersebut, dengan melihat nilai rata-rata kemampuan siswa secara keseluruhan pada setiap kemampuan berpikir kritis dapat diketahui bahwa tingkat penguasaan siswa pada kemampuan berpikir kritis diperoleh dengan kategori baik. Pada dasarnya dari kelima kemampuan berpikir kritis tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan siswa yang melibatkan kemampuan mengingat, memahami, dan menganalisa suatu  permasalahan.
Kelebihan menggunakan model pembelajaran MASTER dilakukan dengan metode praktikum dimana dalam proses pembelajarannya yaitu siswa tidak hanya dapat menguasi konsep yang diajarkan, tetapi juga menjadi kreatif, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi karena motivasi yang diberikan. Model MASTER ini menekankan pada proses pembelajaran mandiri dimana siswa membangun pengetahuannya sendiri sesuai dengan pengalaman misalnya dari mereka melakukan eksperimen (percobaan) yang dimiliki siswa sehingga proses pembelajaran terasa sangat menyenangkan.
Namun, model ini memilki kelemahan yaitu ketika belajar bersama antara siswa yang cerdas dengan peserta didik yang kurang cerdas, ada anggapan bahwa peserta didik yang kurang cerdas menghambat penyelesaian tugas. Bila diterapkan kepada siswa yang belum dewasa, ia belum bisa. Belajar secara mandiri (masih memerlukan bimbingan) padahal konsep dari model pembelajaran mandiri adalah peningkatan kemampuan peserta didik dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya peserta didik tidak tergantung pada guru atau teman dalam belajar.